Rabu, 08 Desember 2010

Hujan, Banjir dan Macet

“Gust, jangan ikut kesana. Udah tau musim hujan tetep aja ikut, nanti sakit lho, kehujanan.” Ujar mama. Tapi saya tidak menggubrisnya (astagfirullah), saat saya siap-siap akan ikut kakak yang mau renang di pemandian air panas Ciwalini, Ciwidey.

Beberapa saat kemudian, saya sudah bersiap mengendarai motor. Dengan membonceng kakak perempuan pertama saya dan anaknya yang masih balita (2,5 tahun). Tak hanya satu motor, kakak ipar saya pun ikut membawa dua anaknya yang lain..

Motor kami pun mulai berangkat, menyusuri jalanan kampung yang berbatu dan becek (maklum, rumah saya di pelosok, mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra-hahaha!!..), kami berangkat sudah siang, menjelang pukul 11.00 WIB. Sesampainya di Banjaran, masih 30 KM menuju tempat, rombongan pun berhenti untuk mengisi bensin di SPBU. Setelah itu melanjutkan perjalanan kembali. Firasat saya mulai gelisah di saat langit di sepanjang perjalanan mulai gelap, awan hitam mulai merambah langit Bandung bagian selatan yang mulanya hanya di bagian timur saja. Setelah tiba di terminal (masih 15KM lagi), kami berhenti lagi untuk membeli makanan seperti POP Mie, air minum dalam botol, coklat, keripik, sampai kerupuk.. nah lho, ini mau mau renang atau camping nyak?? Heuheu..

Dan perjalanan masih jauh. Tak berapa jauh dari waryng tempat kami membeli makanan, rintik-rintik air pun jatuh menitikkan pada pundak berlapis jaket hijau yang sedang mengendarai motor (si saya). Karena saya pelan dalam mengendarai motor, kami berpisah di tengah jalan. Hujan lebih deras lagi saat tikungan-tikungan menanjak tajam baru saya jumpai yang merupakan karakter jalan menuju daerah wisata Ciwidey. Tepat di depan jalan raya menuju Wisata Kawah Putih, saya dan kakak pun berhenti untuk berteduh. Di pinggir lapangan parkir yang masih beralaskan rumput, berjejer warung-warung kopi tempat para pengunjung menikmati makanan khas pegunungan: jagung bakar dan bandrek abah. Disana, saya dan kakak pun terpaksa membuka apa-apa yang dibeli tadi. “Belum juga sampai, makanan udah pada abis.” Ujar saya pada kakak yang tertawa saja menanggapinya. Saking laparnya, keponakan yang masih mungil begitu lahap memakan pop mie dan habis dalam beberapa menit. Sayangnya, kakak ipar yang beda motor tidak membawa HP, sehingga sulit untuk menghubungi. Padahal, di belakang warung-warung itu terdapat pula kolam air panas yang baru dan dilengkapi dengan arena flying fox.

Hujan sedikit reda, saya melanjutkan perjalanan yang hanya tinggal dua kilometer-an lagi. Dengan baju dan celana yang basah, akhirnya saya dan kakak pun tiba di pemandian air panas Ciwalini, Ciwidey. Sedangkan kakak ipar sudah duluan sampai disana..
READ MORE - Hujan, Banjir dan Macet

Jumat, 03 Desember 2010

Imitasi berganti menjadi Aseli

“Seorang anak kecil bernama annisa dibelikan kaos kaki oleh ibunya. Namun Annisa merengek, meminta sebuah kalung imitasi yang sangat indah. Orang tua annisa mengabulkan, asalkan ia mau mengembalikan kaos kaki itu. Annisapun setuju.

Setelah sekian lama, orang tua annisa meminta kalung itu. Annisa menolak. Ia terlanjur jatuh hati dan tak ingin kehilangan. Ia menangis dan meronta, hingga orang tuanya tak lagi memaksa.

Di dalam kamar, annisa merenung. Mengapa dia sedemikian marah pada orang tuanya? Annisa menyesal dan memutuskan untuk menyerahkan kalung itu.

Keesokan harinya, annisa menyampaikan keputusan itu kepada orang tuanya. Orang tuanya sangat bahagia dan menerima kalung imitasi itu, kemudian menggantikannya dengan kalung yang asli, lebih indah dari yang sebelumnya.”


satu pesan tersirat dalam kisah di atas. Meskipun berat, Allah senantiasa memberikan pemberianNya (lebih tepat Karunia-Nya) yang terbaik bagi hamba-hambaNya. karena rencana Allah memang tak selalu mampu untuk diterka. Namun keyakinan bahwa Allah lebih luas pandangannya dan lebih memahami apa yang terbaik untuk hambaNya, setidaknya akan menguatkan.
READ MORE - Imitasi berganti menjadi Aseli