~Apel Tsabit bin Ibrahim~
Suatu hari, seorang sholeh Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kuffah. Ia menyusuri sungai di sepanjang jalan tersebut. Rasa lelah, lapar dan haus sudah menghinggapinya setelah perjalanan jauh. Tiba-tiba, matanya tajam tertuju melihat sebuah apel merah yang hanyut terbawa sungai. Gayung pun bersambut, (halah, kayak ketemu jodohnya ya?hehe..), ia berusaha untuk mengambilnya. Butuh pengorbanan untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. (Catet Barudak!).
Saking haus dan laparnya, ia pun melahapnya hingga habis. Setelah merasa kenyang, ia baru sadar. “Astaghfirullah, ini bukan apel saya.” Ujarnya. Lalu, ia pun berbalik arah berjalan di pinggir, melawan arus sungai itu menuju hulunya. Berusaha menemukan pohon atau kebun apel (ya iya lah yang dicari pohon apel, masa pohon ketimun. Wong yang dimakannya juga apel, betul kan?) tempat dimana apel itu jatuh. Setelah beberapa lama, Tsabit akhirnya menemukan pohon apel yang dimaksud. Tak jauh dari sana, ia bertemu dengan seseorang. “Assalamualaikum, maaf Pak. Apakah betul ini pohon apel milik Bapak?” tanyanya pada orang yang ditemuinya. “Waalaikumsalam warahmatullah. Maaf Gan (Agan), saya bukan pemilik pohon apel ini. Saya hanya khadamnya (Pembantu, red.) Coba aja ke rumahnya Gan.” Jawab sang tukang kebun. “Jangan panggil saya Agan, nama saya Tsabit bin Ibrahim.” Tukas Tsabit yang tidak mau dipanggil Agan – yang ini Cuma rekaan penulis – wkwkwk.
READ MORE - CLBK-(Cerita) Cinta Lama Bersemi Kembali
Suatu hari, seorang sholeh Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kuffah. Ia menyusuri sungai di sepanjang jalan tersebut. Rasa lelah, lapar dan haus sudah menghinggapinya setelah perjalanan jauh. Tiba-tiba, matanya tajam tertuju melihat sebuah apel merah yang hanyut terbawa sungai. Gayung pun bersambut, (halah, kayak ketemu jodohnya ya?hehe..), ia berusaha untuk mengambilnya. Butuh pengorbanan untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. (Catet Barudak!).
Saking haus dan laparnya, ia pun melahapnya hingga habis. Setelah merasa kenyang, ia baru sadar. “Astaghfirullah, ini bukan apel saya.” Ujarnya. Lalu, ia pun berbalik arah berjalan di pinggir, melawan arus sungai itu menuju hulunya. Berusaha menemukan pohon atau kebun apel (ya iya lah yang dicari pohon apel, masa pohon ketimun. Wong yang dimakannya juga apel, betul kan?) tempat dimana apel itu jatuh. Setelah beberapa lama, Tsabit akhirnya menemukan pohon apel yang dimaksud. Tak jauh dari sana, ia bertemu dengan seseorang. “Assalamualaikum, maaf Pak. Apakah betul ini pohon apel milik Bapak?” tanyanya pada orang yang ditemuinya. “Waalaikumsalam warahmatullah. Maaf Gan (Agan), saya bukan pemilik pohon apel ini. Saya hanya khadamnya (Pembantu, red.) Coba aja ke rumahnya Gan.” Jawab sang tukang kebun. “Jangan panggil saya Agan, nama saya Tsabit bin Ibrahim.” Tukas Tsabit yang tidak mau dipanggil Agan – yang ini Cuma rekaan penulis – wkwkwk.