Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 31 Maret 2011

bijaksana

Masih dalam kisah Sang Raja. Sekarang raja sudah mempunyai putri yang cantik jelita, namun sayang matanya yang sebelah kiri agak juling yang sedikit mengurangi kecantikannya itu. Suatu saat, ia meminta penduduknya yang bisa melukis untuk melukiskan Sang Putri. Ia ingin putrinya itu dilukis secantik rupa, namun pelukisnya harus jujur, ia tak boleh mereka-reka wajah asli sang putri. Maka, dipanggillah pelukis pertama.

Ia melukiskan sang putri apa adanya. Wajahnya yang cantik dan mata kirinya yang agak juling terlihat jelas. Namun, pelukis pertama ini dihukum. Meskipun ia melukis apa adanya, tapi bukan itu yang sang raja harapkan. Ia ingin sang putri terlihat cantik di lukisannya. Maka pelukis pertama pun dihukum gantung, sadis amat ya?hihi…

Datanglah pelukis yang kedua. Dengan yakinnya, ia melukis Sang Putri dengan wajah yang cantik tanpa cela. Tanpa ada mata yang juling dalam lukisannya itu. Namun, lagi-lagi ia dimarahi juga oleh sang raja karena telah berbohong. Pelukis kedua ini telah mereka-reka kecantikan sang putri dengan menghilangkan mata julingnya. Karena dianggap berbohong, maka pelukis kedua ini pun dihukum gantung.. benar-benar sadis nih Rajanya..heuheu… :D

Akhirnya, datanglah pelukis terakhir. Ia mulai melukis Sang Putri dengan tenangnya. Ia berusaha melukis yang terbaik bagi wajah sang putri tanpa melebih-lebihkan kecantikannya dan tanpa mengurangi kecacatan matanya itu yang pecak. Dan akhirnya sang raja senang melihat dan menerima hasil lukisannya itu.

Kenapa Sang Raja menyukai lukisan itu?? Karena pelukis terakhir ini melukis wajah sang putri dari sudut pandang yang berbeda dengan pelukis-pelukis sebelumnya. Jika sebelumnya pelukis melukisnya dari depan, maka pelukis ketiga ini melukisnya dari penggir kanan wajah sang putri yang cantik dan mata kanannya yang tidak juling. Dengan kata lain, ia tidak menampilkan mata kirinya yang agak juling.

Sebagai hadiahnya, maka sang raja pun mengangat pelukis yang bijaksana ini menjadi menantunya.. halah-halah…….. wkwkwk…

==Tamat==
READ MORE - bijaksana

Kamis, 24 Maret 2011

Membedakan Cara Berpikir

Diceritakan suatu hari si sebuah kerajaan. Sang Raja, menyuruh seluruh rakyatnya untuk menyumbang secangkir madu setiap orangnya untuk keperluan membantu penduduk lain yang sedang sakit. Lalu, salah seorang diantara rakyat yang disuruh raja itu berbisik kepada temannya, “sepertinya aku tak punya madu di rumah. Aku akan memasukkan air saja ke dalam wajan-wajan besar itu. Mungkin tidak akan terlihat kalau hanya satu gelas air yang dimasukkan ke dalam wajan yang berisi madu-madu dari saudara kita yang lainnya.” Selanjutnya, orang yang dibisiki pun menjawab, “betul juga kamu. Aku juga akan melakukan hal itu. Karena persediaan madu di rumahku sudah menipis untuk konsumsi keluargaku.”

Pada hari yang telah ditentukan, maka rakyat pun berkumpul di halaman rumah raja untuk memasukkan madu-madunya ke dalam wajan-wajan besar yang telah disiapkan. Sang raja pun berterima kasih kepada seluruh rakyatnya yang menyumbangkan secangkir madunya. Dan rakyat pun ikut senang, kembali kepada aktifitasnya seperti biasa: ada yang pulang, berdagang, berkantor, berwisata, dan lain sebagainya.. halah...

Namun, sesaat setelah bubaran Sang Raja pun kaget. Karena apa yang ada di wajan-wajan bessar itu semuanya adalah air, bukan madu. Lalu raja pun memerintahkan para pengawalnya untuk menyelidiki kasus dan penyebab ini. Dan penyelidikan pun dilakukan.

Setelah penyelidikan selesai, para pengawal melaporkan kepada sang raja penyebabnya. Hal ini terjadi karena semua rakyat mempunyai pikiran yang sama, “tidak apa-apa memasukkan secangkir air diantaranya madu-madu yang dituangkan saudara kita yang lainnya.” setelah mendapat laporan itu, sang raja pun geleng-geleng kepala.

***
Apa hikmahnya ya?
READ MORE - Membedakan Cara Berpikir

Rabu, 08 Desember 2010

Hujan, Banjir dan Macet

“Gust, jangan ikut kesana. Udah tau musim hujan tetep aja ikut, nanti sakit lho, kehujanan.” Ujar mama. Tapi saya tidak menggubrisnya (astagfirullah), saat saya siap-siap akan ikut kakak yang mau renang di pemandian air panas Ciwalini, Ciwidey.

Beberapa saat kemudian, saya sudah bersiap mengendarai motor. Dengan membonceng kakak perempuan pertama saya dan anaknya yang masih balita (2,5 tahun). Tak hanya satu motor, kakak ipar saya pun ikut membawa dua anaknya yang lain..

Motor kami pun mulai berangkat, menyusuri jalanan kampung yang berbatu dan becek (maklum, rumah saya di pelosok, mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra-hahaha!!..), kami berangkat sudah siang, menjelang pukul 11.00 WIB. Sesampainya di Banjaran, masih 30 KM menuju tempat, rombongan pun berhenti untuk mengisi bensin di SPBU. Setelah itu melanjutkan perjalanan kembali. Firasat saya mulai gelisah di saat langit di sepanjang perjalanan mulai gelap, awan hitam mulai merambah langit Bandung bagian selatan yang mulanya hanya di bagian timur saja. Setelah tiba di terminal (masih 15KM lagi), kami berhenti lagi untuk membeli makanan seperti POP Mie, air minum dalam botol, coklat, keripik, sampai kerupuk.. nah lho, ini mau mau renang atau camping nyak?? Heuheu..

Dan perjalanan masih jauh. Tak berapa jauh dari waryng tempat kami membeli makanan, rintik-rintik air pun jatuh menitikkan pada pundak berlapis jaket hijau yang sedang mengendarai motor (si saya). Karena saya pelan dalam mengendarai motor, kami berpisah di tengah jalan. Hujan lebih deras lagi saat tikungan-tikungan menanjak tajam baru saya jumpai yang merupakan karakter jalan menuju daerah wisata Ciwidey. Tepat di depan jalan raya menuju Wisata Kawah Putih, saya dan kakak pun berhenti untuk berteduh. Di pinggir lapangan parkir yang masih beralaskan rumput, berjejer warung-warung kopi tempat para pengunjung menikmati makanan khas pegunungan: jagung bakar dan bandrek abah. Disana, saya dan kakak pun terpaksa membuka apa-apa yang dibeli tadi. “Belum juga sampai, makanan udah pada abis.” Ujar saya pada kakak yang tertawa saja menanggapinya. Saking laparnya, keponakan yang masih mungil begitu lahap memakan pop mie dan habis dalam beberapa menit. Sayangnya, kakak ipar yang beda motor tidak membawa HP, sehingga sulit untuk menghubungi. Padahal, di belakang warung-warung itu terdapat pula kolam air panas yang baru dan dilengkapi dengan arena flying fox.

Hujan sedikit reda, saya melanjutkan perjalanan yang hanya tinggal dua kilometer-an lagi. Dengan baju dan celana yang basah, akhirnya saya dan kakak pun tiba di pemandian air panas Ciwalini, Ciwidey. Sedangkan kakak ipar sudah duluan sampai disana..
READ MORE - Hujan, Banjir dan Macet